GURU BATIN
Ketika kita menelusuri jalan hidup pribadi, tidak sedikit tantangan muncul, pertanyaan demi pertanyaan berkecamuk di dalam benak terutama pertanyaan eksistensial. Kemudian kita pasti membutuhkan jawaban. Kita lalu kerap kali mencari orang lain untuk mendapatkan jawaban. Tetapi jika berkaitan dengan kehidupan pribadi, sesungguhnya tak satu pun orang yang
tahu apa yang
terbaik untuk kita, kecuali kita sendiri. Sedari kecil, semasa usia sekolah, aku
teringat diajarkan untuk mengikuti senior, orang yang lebih tua, mengacungkan tangan
ketika mau bertanya, mendengar dan menerima begitu saja apa yang diajarkan kepadaku
serta mengakui bahwa mereka lebih tahu.
Aku tahu bahwa aku memiliki intuisi seperti juga
orang lain, tetapi tidak terlatih untuk percaya pada kemampuan intuisi sebagai alat
bantu keterampilan hidup. Kerap kali dalam renungan aku bertanya dalam hati misalnya
“Apakah ini jalan yang benar”, “Apakah ini untukku”, “Sepertinya aku mengambil keputusan yang
salah”. Memang harus diakui aku cenderung mengambil langkah tanpa bimbingan
orang lain walaupun menurutku tentu wajar saja mencari jawaban selain dari orangtua,
dari para ahli seperti dokter, motivator, coach, konselor, guru yoga dan juga
guru agama, bahkan guru spiritual. Di masa lalu aku membutuhkan seseorang untuk
memotivasiku, mewujudkan mimpi-mimpiku, atau memberi peluang memperjuangkannnya
sebelum aku melakukannya sendiri.
Aku merasa beruntung selama ini dapat bergaul dengan orang-orang pintar dibidangnya. Mereka menginspirasiku dan kemudian mengubah cara pandangku terhadap realitas sehingga terjadi perubahan berarti pada hidupku. Namun demikian tidak jarang aku terjebak
pada sebuah harapan bahwa mereka memiliki semua jawaban atas apapun pertanyaanku.
Ini adalah suatu pertanda ketergantungan. Di mana ada ketergantungan di sana ada kemelekatan. Tetapi lambat laun aku kerap kecewa ketika melihat sesuatu pada diri mereka yang aku anggap suatu kelemahan. Berkonsultasi kepada orang yang dianggap mumpuni dalam bidangnya bukanlah suatu kesalahan, hal ini dapat dilakukan
hanya sebagai langkah awal.
Aku terbiasa mengandalkan seseorang untuk memberi jalan
keluar. Tak pernah sedikit pun berpikir bertanya pada diri sendiri, mendengarkan
hati nurani yang kemudian aku ketahui adalah yang terbaik. Kadang aku merasa telah keliru mengambil keputusan, mulai soal
karir yang tidak sejalan dengan bakat dan keterampilanku, membangun relasi antar
pribadi yang ternyata tidak otentik, itu semua ternyata akibat arahan orang
lain. Aku merasa mengalami jalan takdir yang ditentukan orang lain. Alih-alih mengikuti
intuisiku untuk tetap “on track”, aku malah melihat keluar diri, terpengaruh apa
kata orang tentang arahan-arahan dan jawaban-jawaban atas permasalahanku.
Guru batin sesungguhnya senantiasa membimbingku dalam menapaki jalan yang harus aku tempuh. Para ahli sekali pun tidak akan mampu menunjukkan keputusan jalan apa yang harus aku tempuh. Mereka hanya memberikan “peta,
kompas dan lampu center” agar
mempermudahku mengarungi samudera, meniti pengalaman di “hutan belantara kehidupan” ini untuk menemukan jawaban. Mereka mengajakku berpikir dan menggunakan logikaku, tetapi tidak melatih intuisiku.
Sekali aku melihat ke dalam batin, aku menyadari bahwa apa pun yang aku inginkan dan butuhkan ada “di sini”, di dalam batinku yang siap untuk digunakan. Satu-satunya izin yang kuperlukan adalah dari diriku sendiri. Satu-satunya yang tahu apa yang baik untukku adalah diriku sendiri. Aku hanya butuh keberanian membuka diri berelasi dengan guru batin dan percaya penuh padanya. Aku siap mengizinkan diriku mendengarkan guru batin ketika aku duduk relaks di alam terbuka, jauh dari keramaian.
Orang pada umumnya senang berdoa, berbicara kepada Tuhan tak henti-hentinya. Lalu kapan memberi kesempatan Tuhan menjawab. Kapan kita siap mendengarkan suaranya. Di saat meditasi, guru batinku berbisik, dan bernyanyi seirama dengan getaran jiwaku hingga terasa seolah aku berada di alam bebas. Dalam kebebasan aku pun menyadari, aku adalah jiwa sejati yang selalu “hidup”, sebagai guru batin bagi raga, pikiran dan perasaanku sendiri. Guru batin membebaskan jiwaku dari kemelekatan pada yang terbatas. Jika
aku memiliki guru batin, maka Anda yakinlah juga memilikinya.
Ramadhan, 13 Mei 2019
~ Rani A. Dewi ~