Selasa, 01 Mei 2018

LUNCH BOX



Hasil gambar untuk film lunch box
Ulasan kisah film “LUNCH BOX”


 Tulisan saya ini mengulas kisah romantika perkawinan pasangan India dari film yang berjudul "Lunch Box", film India yang menarik paling tidak bagi saya dan beberapa kawan. Ulasan kisah “Lunch Box” atau saya terjemahkan secara bebas "Rantang Kebahagiaan" ini saya analisa menurut Psikologi Perkawinan dan Spiritualitas.


RANTANG KEBAHAGIAAN

Ada yang menggelitik dalam benak saya tentang film ini. Simbol-simbol yang disuguhkan sangat abstrak meskipun nampak sangat nyata bagi saya apa masalah dibalik simbol-simbol itu. Kekayaan simbol dalam film ini akan menuntun penonton menginterpretasikan simbol-simbol tersebut secara bebas.

Soal rantang yang kesasar itu ada buntutnya, lagi-lagi kisah cinta. Saya mencoba mendekati film ini dengan cara sederhana karena begitu nampak jelas dalam film ini, suatu polemik tentang kehidupan dua rumah tangga yang berisi kesunyian dan kesepian. Kesunyian Fernandes sang duda dan kesepian seorang istri, bernama Illa.

Illa sadar hati suaminya sudah tidak bersamanya lagi. Illa tak lagi menjadi seorang permaisuri di hati suaminya. Tak ada lagi percakapan yang hangat meskipun Illa selalu mencoba untuk menghangatkan percakapan. Suami Illa seolah dingin membisu, kaku, dan membeku sebab percakapan dan sentuhan hangat dari Illa tak lagi berarti. Seketika Illa menyadarinya dan tersungkur dalam lembah kehampaan dan kesunyian. Karena tak ada lagi yang mampu mengubah keadaan di saat cinta telah kehilangan maknanya. Pasrah dalam kesunyian satu-satunya tempat pelarian terindah dalam penderitaan.

Di tempat yang berbeda, Fernandes sudah sejak lama berada dalam kesendirian. Istri tercinta sudah "pergi pulang" lebih dulu. Sejak saat itu, Fernandes telah kehilangan senyum dan tawa lirihnya.

Kisah ini bermula ketika Illa dan Fernandes dipertemukan akibat dilanda kesunyian dan kesepian oleh Rantang Kebahagiaan di alam imajinasi. Seorang istri, bernama Illa berada di sudut kesepian. Suami sibuk bekerja dan terjebak dalam cinta yang gelap. Setiap hari Illa selalu berusaha merenggut hati suaminya. Ia selalu bersemangat menyediakan makan siang untuk suaminya dan mengemas makanan tersebut dengan cinta dalam Rantang Kebahagiaan. Petugas pengantar rantang selalu tepat waktu menjemput rantang tersebut untuk diantarkan ke tempat suaminya bekerja.

Tapi takdir berkata lain, meskipun agen pembawa rantang bekerja sangat profesional, namun kemungkinan kesalahan bisa saja terjadi. Ternyata rantang makanan siang suaminya tak sampai di atas meja kerja suaminya.

Apa ini kebetulan? Sepengetahuan saya, tak ada peristiwa kebetulan yang terjadi di alam ini. Alam telah mengatur semuanya, siapa ketemu siapa dan apa ketemu apa. Alam ini selalu merespon apa yang kita pikirkan dan rasakan, dan energi yang paling kuat adalah saat manusia memiliki harapan yang tinggi atau kegalauan yang tinggi di lain waktu.

Jadi tak heran mengapa rantang itu sampai ke meja Fernandes. Semesta merespon kegalauan Fernandes disebabkan mendekati masa pensiun dan hidup dalam kesendirian. Setiap malam Fernandes menyelami kesepian dan kesunyiannya dalam kesendirian. Tentu bukan perpaduan yang elok antara pensiun dan kesepian.

Intinya ada dua orang yang beresonansi secara metafisik dan alam pun membantu mempertemukannya dengan caranya sendiri. Jadi meskipun rantang itu secara fisik salah alamat tapi secara metafisik rantang itu tidak salah, sebab alam sedang merespon dan mendekatkan dua orang yang galau.

Jadi apa sesungguhnya yang terjadi pada Illa? Rumah tangga Illa sedang retak. Mungkin “bunga Mawar” cinta tak bersemi lagi di dalam rumahnya. Tak ditemukan lagi kebersamaan apalagi kehangatan.

Berkaca dari studi-studi psikologi perkawinan, umumnya, perkawinan dimaknai sebagai sarana untuk menemukan kebahagiaan. Padahal filosofi perkawinan bukan itu. Perkawinan bukan untuk mencari kebahagiaan.

Perkawinan adalah satu institusi atau wadah dimana dua orang, perempuan dan laki-laki, bergabung, memikat janji, atau mendirikan sebuah ikatan dalam pernikahan resmi untuk berbagi kebahagiaan yang telah ada di dalam dirinya sebagai anugerah. Jadi tak heran kalau banyak pasangan yang menjalani ‘unconscious marriage’, karena mereka menikah untuk tujuan mendapatkan kebahagiaan. Oleh sebab itu, menikah bukan untuk mencari kebahagiaan karena sejatinya manusia terlahir sudah membawa kebahagiaan. Sehingga dalam hidup bersama setiap individu diharapkan dapat saling berbagi kebahagiaan.

Di lain sisi ketika dua orang menikah, suami dan istri tanpa disadari membawa hidden agenda yaitu ingin menyembuhkan luka hati di masa kanak-kanak akibat dari kebutuhan atau keinginan yang tidak terpenuhi semasa kanak-kanak dari tokoh pengasuhnya (orang tua), di antara kebutuhan tersebut antara lain; kebutuhan untuk dibelai, dipeluk, dilayani, disayangi, dicintai, dan dipahami serta diperhatikan.

Mereka berharap akan mendapatkannya dari teman hidupnya. Kebutuhan ini tersimpan di dalam bawah sadar sekian lamanya. Ketika seseorang tidak mendapatkannya, dia akan merasa kosong, hampa, dan tidak bahagia. Lalu bagaimana dengan Fernandes? Pensiun sudah dekat dan akan dilewatinya dalam kesendirian dengan rasa sunyi. Dia terlihat tidak siap terbukti ketika bosnya memperkenalkan calon penggantinya. Ia kerap menunjukkan sikap tak bersahabat kepadanya. Bahkan tidak siap memberikan tugas pada calon penggantinya kelak.

Namun berkat Rantang Kebahagiaan yang salah alamat itu, hidup Fernandes berubah. Setiap siangnya adalah siang yang ditunggu-tunggu. Hatinya berdebar-debar bergelora setiap kali berada di depan rantang makan siangnya. Keceriaan selalu nampak di wajahnya. Adrenalin naik dan hal tersebut memberikan motivasi, energi, serta keceriaan di wajahnya. Karena dalam rantang itu ada kebahagiaan dalam bentuk surat. Surat itu adalah coretan keindahan jiwa Illa, sederhana namun mampu menghapus dahaga kerinduan.

Kebahagiaan sudah ada di dalam diri setiap manusia. Namun perlu pemantik agar kebahagiaan tersebut teraktualisasi di dalam diri. Pemantik itu bisa dari lingkungan, orang lain, pasangan, dalam bentuk sikap dan perbuatan serta perilaku yang ditunjukkan sebagai manifestasi kebahagiaan.

Hingga suatu saat, Fernandes dan Illa sudah saling merindu untuk bertemu. Saling berbagi keresahan melalui surat menyurat sudah tak mampu menghilangkan dahaga gelora kerinduan. Akhirnya mereka berdua bertemu di suatu restoran dekat stasiun kereta api. Namun apa yang terjadi? Klimaks film ini karena pertemuan tidak terjadi meskipun mereka berdua tiba tepat waktu di restoran tersebut.

Saat pertama kali melihat wajah Illa di restoran itu, Fernandes hanya mampu duduk berdiam diri di sudut restoran sambil memandang wajah Illa dari kejauhan. Keindahan wajah Illa dengan usia semuda itu akhirnya mengurungkan langkah Fernandes untuk menyapanya. Fernandes menyadari usianya jauh di atas usia Illa. Seolah Fernandes tak ingin mengubah imajinasi Illa tentang dirinya. Ia mampu mengendalikan dirinya dalam gelora asmara yang hampir tak mungkin dibendung. Fernandes berhasil tidak menghampirinya.

Kejadian kemarin memaksa Fernandes harus menerima rantang kosong dari Illa keesokan harinya. Di sini lagi-lagi seorang manusia menunjukkan ketidakbahagiaan dan menggantungkan harapan pada orang lain. Akhirnya keduanya tak pernah bertemu langsung secara fisik dan masing-masing memilih jalan sendiri dalam meraih kebahagiaan. Illa pergi ke Bhutan dan Fernandes pergi ke Nasik, kota dimana Fernandes dibesarkan.

Menjelang akhir film, Illa masih mengharapkan pertemuan dalam ungkapan sebuah kalimat, “kereta yang salah dapat mengantarkanmu menuju stasiun yang benar”. Illa sedang mengandaikan dirinya dengan rantangnya. Tak apa menjalani sesuatu yang salah, toh pada akhirnya akan membawa kita pada tujuan yang sama, yakni meraih kebahagiaan.

Rantang sebagaimana kereta hanyalah media yang dikirimkan alam agar mereka menemukan kebahagiaan di dalam dirinya. Sebab setiap manusia telah dibekali kebahagiaan yang menyatu di dalam dirinya. Bahkan manusia adalah kebahagiaan itu sendiri. Manusia dan kebahagiaan bukan dua entitas yang terpisah. Ketika seorang manusia menyadari siapa dirinya, maka kesendirian bukanlah masalah.


~ Rani Anggraeni Dewi ~
Couple Relationship Therapist

Tidak ada komentar:

Posting Komentar