TIME OUT
"Untuk Anak atau Orangtua”?
Pengalaman memberikan pelajaran kepada saya bahwa mengasuh anak
ternyata adalah sebuah undangan berserah diri untuk melangkah ke tahap
kesadaran berikutnya. Belajar berserah diri secara alami dalam kehidupan
bersama anak-anak benar-benar membutuhkan waktu dan pembiasaan yang banyak
tantangan. Jika ada yang mengatakan mengasuh anak itu mudah, saya justru
khawatir. Bisa saja dianggap mudah jika orangtua fokus pada dirinya sendiri.
Pokoknya pakai parenting teori A dan teori B yang penting anak
patuh pada instruksi orangtua. Wah, tetapi anak bukanlah boneka atau robot. Di
balik fisiknya yang tampak lebih kecil atau lebih muda usianya daripada kita,
hakikatnya adalah jiwa. Jiwa yang kemudian mengejawantah pada personality dengan
segala wataknya, misinya dan tujuan hidupnya sendiri.
Anak-anak tidak jarang menguji kesabaran kita terlebih lagi di
usia remaja. Di usia pancaroba ini masalah orangtua bukan lagi soal menunggu
mereka menghabiskan makanannya atau menyelesaikan PR-nya, tetapi malah menunggu
giliran, seolah dalam antrian panjang di belakang teman-temannya untuk dapat
berbicara dengan mereka. Mengizinkan kesabaran bertumbuh dengan baik memiliki
tantangan lebih dari sekedar merespon kebutuhan fisik anak. Ketika perilaku
anak mengundang kesabaran kita, inilah kesempatan kita untuk berserah
diri terhadap "waktu kini” (present moment), maka berarti
saatnya mengesampingkan agenda pribadi kita dan melupakan tuntutan-tuntutan
ego. Dengan demikian kita dapat menghargai "waktu kini" secara lebih
utuh dikala peristiwa yang sama menimpa kita sendiri di lain waktu.
Pelajarannya adalah bahwa bertumbuh dalam kesabaran bagaikan
menyusuri jalan setapak kelana spiritual seraya menuntun anak-anak ditangan
yang satu dan satu tangan lagi menuntun diriku sendiri. Memang ada masa kita
tidak ada waktu untuk bersabar, kita terlalu sibuk dari satu pekerjaan ke
pekerjaan lainnya. Kita ingin semua berjalan tepat waktu. Di lain sisi kita
ingin menunjukkan kepada dunia sayalah orangtua yang bijak. Namun sampai kapan
kita bertahan dengan keinginan ini. Adakah rentang waktu yang panjang tanpa
batas dalam kehidupan ini.
Jika anak-anak tidak mengikuti agenda, hendaknya kita tetap
bersikap bijaksana, dan mengingatkan diri bahwa mereka belum saatnya untuk
melakukannya, sebab mungkin mereka lahir ke dunia bukan untuk itu, bukan yang
seperti kita inginkan. Dalam situasi demikian, kita bisa mempertimbangkan
kembali mungkin merubah agenda daripada memaksa mereka mengikuti rencana yang
kita inginkan.
Ketika anak benar-benar sulit ditangani dan Anda benar-benar
sudah kehilangan kesabaran ini artinya panggilan bagi Anda untuk melakukan
perjalanan ke dalam diri dan tanyakan dalam hati: "Kenapa saya terpancing?
Kenapa saya merasa tidak bahagia dengan anak ini? Mengapa sikapnya mengganggu batin
saya? Tenangkanlah pikiran dan hatimu dengan mengatur nafas secara halus.
Lembutkan jiwamu hinga menyadari dan berkata pada dirimu sayalah yang
membutuhkan pertolongan, bukan anak saya”. Lakukan evaluasi diri, jedalah
sesaat, duduk hening hingga merasa tenteram. Kedamaian akan lebih mudah
dirasakan ketika tubuh relaks, pikiran jernih dan hati bersih.
Serangkaian refleksi membangunkan kesadaranku bahwa dalam
menikmati kekinian yang lebih panjang bersama anak-anak merupakan waktu yang
sangat berharga dan menyadarkan saya bahwa saya bernilai demikian pula
anak-anak. Secara alami ‘irama anak” sejatinya lebih dekat dengan irama jiwa.
Izinkan jiwa kita untuk hadir bersama jiwa mereka. Bersama mereka tatalah
kembali pola hidup Anda. Ingatlah akan tiba saatnya Anda merasakan waktu
begitu cepat berlalu. Bisa jadi ini suatu panggilan untuk Anda menjalani
kehidupan secara lebih spiritual.
Saya orangtua pelopor perdamaian, mengajak Anda untuk bergabung
bersama saya.
~ Rani Anggraeni Dewi, MA, MCHT
(inisiator Gerakan Orangtua Pelopor Perdamaian)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar