Rabu, 22 April 2015

UNDANGAN
Berbagi Pengalaman Passing Over 

Kamis, 23 April 2015. Pukul 13.30 WIB
Aula Paramadina
Pondok Indah Plaza I, Kav. UA 20-21. Jl. Metro Pondok Indah, Jakarta 

Kami mengundang bapak/ibu/saudara/i untuk hadir dalam berbagi pengalaman Lintas Iman (Passing Overdari seorang MuslimMohammad Zaimudin. Ia dibesarkan di lingkungan pesantren yang kemudian memutuskan mengikuti pendidikan Biksu/Monk di bawah bimbingan Master Zen Thich Nhat Hanh.
Kebimbangan mengenai agama, Tuhan, hidup dan kehidupan menggiringnya pada satu pertanyaan besar:"Bagaimana selaras dengan alam?" Dari sanalah ia memahami bahwa spiritual bukanlah hal yang jauh di atas sana. Hal yang selalu berhubungan dengan keajaiban dan magic. Spiritual adalah kehidupan itu sendiri di mana setiap hari kita bisa langsung bersentuhan sebagai manusia seutuhnya.

Biografi Singkat Narasumber
- Nama Biarawan: Maha Samadhi
- Nama Lahir: Mohammad Zaimudin
- Pendidikan Umum: Hanya punya ijazah SMA
- Pendidikan Spiritual: Pernah mondok di Pondok Pesantern Lirboyo, Kediri, Jawa Timur
- Lelaku sufi di bawah bimbingan Almarhum KH.Muslich Arifin Cerme Gresik sampai sekarang
- Meditasi Theravadha Buddha Biarawan Zen Buddhism Plum Village di bawah bimbingan Master Thich Nhat Hanh


Host
Rani Anggraeni Dewi



Contact Person:
Rahmat (0815.9700.178)
Yayasan Paramadina Plaza I (021.7501969)

Minggu, 12 April 2015

HIPNOTERAPI DAN KEBAHAGIAAN
Dra. Rani Anggraeni Dewi, M.A

Belakangan ini saya mengamati hipnosis menjadi trend baru sebagai pilihan teknik terapi, tidak saja di dunia Barat tetapi juga di Timur. Di Indonesia sendiri bahkan sepertinya semakin marak orang membincangnya. Sepengetahuan saya fenomena hipnosis bukan barang baru dalam budaya Indonesia, masyarakat tertentu telah lama mengenal dan memanfaatkan jenis terapi ini dalam keseharian hidup. Tidak saja para ahli terapi, dan para psikiater yang menggunakan teknik penyembuhan ini sebagai salah satu alternatif metode penyembuhan. Tetapi masyarakat awampun nampaknya tertarik mempelajarinya baik untuk kebutuhan pribadi atau untuk membantu orang lain. Terbukti akhir-akhir ini terdapat beberapa lembaga yang memberikan kursus singkat bersertifikat. Bahkan mereka yang jago marketing mampu melihat ada peluang bisnis yang menjanjikan dari pengembangan jenis terapi ini. Tetapi sebetulnya apa yang dicari orang melalui penyembuhan hipnoterapi ini?

Berbagai manfaat penggunaan hipnoterapi dapat dilihat dari banyaknya iklan di media dan brosur-brosur yang tersebar diberbagai tempat, di wilayah publik seperti toko buku, dan juga salon-salon pun tidak absen. Meskipun hipnoterapi sedang trend dalam dunia “healing”, tapi masih banyak anggota masyarakat yang memiliki pendapat “miring” terhadap teknik ini. Beberapa teman saya berpendapat hipnosis itu tak ubahnya seperti sihir alias magic. Orang-orang yang religius mengatakan itu ilmu setan. Wah…saya pikir pandangan seperti ini dikarenakan ketidaktahuan saja. Jika kita mau sedikit meluangkan waktu untuk mengurai sejarahnya, maka ditemukanlah sesungguhnya hipnoterapi sudah ada beratus-ratus tahun lamanya. Fenomena ini sangat “familiar” sepanjang kehidupan manusia. Hipnoterapi memiliki tujuan dan manfaat yang beragam tergantung siapa yang menggunakannya.

Memang tercatat dari sumber sejarah peradaban manusia metode penyembuhan ini dibeberapa tempat dan suku bangsa pada zaman dahulu dan juga sekarang selalu dihubungkan dengan berbagai ritual keagamaan dan kepercayaan, juga kekuatan supranatural. Sehingga orang modern yang berpikir “cara Barat”, yakni logik, konkrit, rasional dan linear bersikap agak skeptic terhadap ilmu ini. Tapi coba kita lihat dari perspektif yang berbeda?

Hipnoterapi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1734 - 1815 oleh Dr. Frans Anton Mesmer di Viena Austria, dimana awal pertama kali hipnoterapi diterapkan untuk penyembuhan psikoterapi, mencegah timbulnya gangguan kesehatan, peningkatan taraf kesehatan, serta untuk upaya rehabilitasi lainnya. Hipnoterapi adalah suatu teknik terapi pikiran menggunakan hipnotis. Sedangkan hipnotis bisa diartikan sebagai ilmu untuk memberi sugesti atau perintah kepada ‘pikiran bawah sadar’. Istilah hipnoterapi mengacu dari kata “Hypno” bahasa Yunani berarti ‘tidur’. Memang terapi penyembuhan hipnoterapi diawali dengan mengondisikan pasien dalam fase relaksasi (seperti orang tertidur) sebelum dilakukan terapi inti. Hipnoterapi bekerja pada jiwa bawah sadar (alpha state) manusia.

Agar jiwa bawah sadar bangkit, pasien harus masuk dalam kondisi relaksasi, atau mengistirahatkan jiwa sadarnya. Dalam kondisi ini rekaman bawah sadarnya seperti gangguan kesehatan yang dirasakan akan diketahui. Rekaman bawah sadar yang negatif akan diperbaharui dengan memberikan sugesti-sugesti positif oleh terapis melalui hipnoterapi. Sugesti ini diberikan secara terus-menerus hingga tercapai keadaan rekaman bawah sadar yang negatif menghilang dan digantikan oleh sugesti positif. Pikiran bawah sadar manusia menyimpan misteri yang sulit dipercaya luar biasanya.

Hipnoterapi telah terbukti memiliki beragam kegunaan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang berkenaan dengan emosi dan perilaku. Bahkan beberapa kasus medis serius seperti kanker dan serangan jantung, hipnoterapi mempercepat pemulihan kondisi seorang penderita. Hal ini sangat dimungkinkan karena hipnoterapi diarahkan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan memprogram ulang penyikapan individu terhadap penyakit yang dideritanya. Selain itu hipnoterapi juga   berguna dalam mengatasi beragam kasus berkenaan dengan kecemasan, ketegangan, depresi, phobia dan  untuk menghilangkan kebiasaan buruk seperti ketergantungan pada rokok, alkohol dan obat-obatan. Uniknya, hipnoterapi ternyata dapat membawa seseorang ke masa lampau disebut Past Life Regression yang biasanya dipakai untuk mengobati trauma. Menurut para psikolog, trauma dapat menghalangi seseorang merasakan kebahagiaan.

Percayakah Anda bahwa hipnoterapi dapat membantu kita meraih kebahagiaan? Secara nature manusia memiliki kebutuhan psikologis yang mendasar, misalnya kebutuhan memiliki perasaan damai, kebutuhan untuk dicintai, dan kebutuhan untuk dihargai. Namun manusia sebagai makhluk sosial kerap mengalami berbagai peristiwa negatif yang kemudian mengakibatkan kebutuhan-kebutuhan tersebut di atas tidak terpenuhi. Tidak jarang dalam masa pertumbuhannya seseorang mendapatkan pengalaman yang mengganggu jiwanya, misalnya korban kekerasan. Sikap kasar dan penggunaan bahasa yang tidak santun membuat orang sakit hati dan memendam kebencian. Perlakuan para pengasuh atau para pendidik yang tidak didasari oleh unconditional love memberikan peluang tidak saja pada hilangnya rasa percaya diri, namun juga rasa trust pada orang lain, baik secara sadar maupun tidak kita memasukkan emosi negatif atau disebut ‘Engram’.

Di dalam alam bawah sadar kita menyimpan sekian banyak memori negatif dan memori positif. Namun ketika kita lebih banyak dipengaruhi oleh memori negatif, maka hidup ini terasa tidak nyaman. Kalau mau jujur kita tidak jarang memilih untuk meredam perasaan-perasaan itu ketimbang menyelesaikannya. Itu berarti kita membiarkan diri kita didominasi oleh emosi-emosi negatif. Lalu kemana fitrah diri kita yang penuh dengan cinta, mulia, agung, dan bahagia itu. Kita seolah tidak kreatif berupaya menghidupkan nilai-nilai Ilahiah itu ketika menjalani hidup ini. Padahal kata James Redfield manusia adalah Co-Creator, artinya manusia punya otoritas menentukan apa yang ingin dia jalani ataupun apa yang ingin dia rasakan, apakah ingin bahagia atau ingin menderita.

Menurut Abraham Maslow orang yang bahagia adalah orang yang mampu mencapai tahap aktualisasi diri dan mengalami peak experience. Tetapi bagaimana mungkin orang mencapai tahap itu jika dia tidak percaya diri dikarenakan trauma. Sejalan dengan Abraham Maslow, Imam Al-Ghazali mengatakan hendaknya manusia melakukan latihan-latihan tertentu untuk mampu mengaktualisasikan sifat-sifat luhur yang innate agar kembali ke fitrahnya. Jika seorang kembali kepada sifat innate-nya yang fitrah itu, maka dia meraih kebahagiaan sejati. Oleh karenanya, dalam dunia Islam kita dianjurkan untuk berzikir yaitu dengan mengucapkan berulang kali bahkan ada yang sampai seribu kali sifat-sifat Allah SWT, seperti “Ya Rahman (Maha Penyayang), Ya Rahim (Maha Pengasih)”. Hipnoterapi merupakan terapi holistik yang menghubungkan Anda dengan potensi tertinggi Anda dan berhubungan dengan esensi sejati Anda. Nah sekarang bagaimana caranya mendapatkan kebahagiaan seperti yang dikatakan oleh para pakar di atas baik oleh Abraham Maslow maupun Imam Al-Ghazali itu.

Mungkin self hypnosis seperti dalam tradisi hipnoterapi dimana dalam prosesnya kita memberikan sugesti secara bertahap tapi konstan dengan mengucapkan affirmasi positif pada diri kita. Kita buang emosi-emosi negatif dalam memori kita dan kemudian menghujamkan kata-kata positif pada alam bawah sadar kita. Hipnoterapi saya yakin dapat menjadi salah satu teknik terapi yang dapat kita gunakan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit hati, benci, dendam, iri hati, dan cemburu buta yang dapat merusak fisik kita, mengganggu kesehatan lahiriah maupun batiniah. Bukankah hidup ini hanya sementara, dan kita bertanggung jawab pada kehidupan ini. Ketika kita menyembuhkan diri kita itu berarti kita sedang mengupayakan kebahagiaan. Hanya orang yang bahagia yang dapat membahagiakan orang lain. Mungkinkah hipnoterapi memberikan kebahagiaan itu? Insyaallah, jawabannya ada pada diri kita sendiri ketika kita dengan ikhlas dan sabar melakukannya. []


Kemanakah Mojang Priangan dan Putri Solo?
Dra. Rani Anggraeni Dewi, M.A


Dahulu orang mengenal sebutan khusus bagi perempuan dari daerah tertentu seperti misalnya Mojang Priangan bagi gadis Sunda atau Putri Solo bagi gadis Jawa. Penyebutan tersebut bisa jadi dikaitkan juga dengan streotipe, termasuk cara berpakaian. Dari cerita-cerita rakyat, diketahui baik Mojang Priangan maupun Putri Solo secara fisik menggunakan busana kebaya, rambut digelung atau rambut panjang indah terurai. Tetapi apa yang mau saya sampaikan di sini bukan soal cerita rakyat namun soal transformasi budaya.

Ketika remaja, saya termasuk perempuan yang senang memakai baju tradisionil. Biasanya pada waktu memperingati Hari Ibu, RA. Kartini atau Proklamasi Kemerdekaan. Di sekolah kami merayakannya dengan berbagai kegiatan termasuk lomba pakaian daerah. Hingga memiliki dua anak pun saya masih juga berpartisipasi peragaan busana daerah di kantor. Berkebaya bagi saya, yang Mojang Priangan, merupakan moment yang membanggakan. Rasanya saya tampil beda dan very special, sebab dikenakan pada hari yang khusus. Termasuk hari lebaran pun saya merasa lebih afdol bila memakai busana sarung dan kebaya pada saat sungkeman kepada orang tua.

Belakangan saya mengamati tradisi ini sangat langka. Kini anak-anak gadis lebih suka ber-jeans dan ber-tengtop atau pakaian sportif lainnya yang modis. Kadang  kebaya dikenakan dengan celana jeans. Awalnya saya mengira fenomena ini hanya terjadi di kota-kota besar, tetapi ternyata merambah pula sampai ke daerah-daerah pelosok. Pemandangan ini saya temukan ketika saya kebetulan sedang tugas riset ke kampung-kampung. Sebagian perempuan Muslim ketika menggunakan kain kebaya, mereka melengkapi dengan jilbab bukan dengan sanggul atau konde. Sepertinya hal ini tidak terjadi hanya di pulau Jawa namun juga di daerah lainnya misalnya di Aceh, Sumatera. Saya terkesan sekali dengan kostum yang dipakai oleh para wanita pejuangnya salah satunya Cut Nyak Dien, terlihat ada sentuhan maskulin namun tetap anggun dan feminin. Sekarang kemanakah semua ini?

Mungkinkah dikemudian hari kita hanya dapat melihat Mojang Priangan dan Putri Solo seperti yang diceritakan dalam cerita-cerita rakyat kelak hanya berupa mannequin yang akan kita temukan hanya di museum-museum? Membayangkan situasi ini timbul kerinduan saya sebagai perempuan Indonesia yang Mojang Priangan itu. Tentu tidak dimaksudkan untuk berbangga hati dengan identitas fisik, namun bagaimana kita mau mengatakan cinta tanah air jika kita tidak mampu mempertahankan keorisinilan tradisi budayanya. Ini baru soal pakaian bagaimana dengan soal lainnya? Seperti apakah ciri-ciri bangsa Indonesia dikemudian hari? Bahagiakah Anda menjadi bangsa Indonesia? Satu hal yang saya yakini, seseorang merasa bahagia ketika dia dapat menjadi dirinya sendiri.[]



Kamis, 09 April 2015

Majalah Harper’s Bazaar - Edisi Pertama 2011


THE  HOLIDAY  OF  LOVE
RANI ANGGRAENI DEWI


Jangan pernah menyepelekan pentingnya peran bulan madu dalam memperkokoh mahligai pernikahan Anda.


Bulan madu mungkin bukan merupakan urutan yang teratas dalam daftar To Do List pernikahan Anda. Tapi, bukan berarti keberadaannya mesti dinomor-duakan atau malah ditiadakan. Karena justru ‘liburan’ pasca pernikahan ini dapat menjadi transisi yang ideal bagi pasangan baru dalam memasuki bahtera rumah tangga yang pastinya akan betul-betul berbeda dari pada kehidupan lajang mereka sebelumnya. Menurut Rani Anggraeni Dewi, konselor masalah perkawinan dan hypnotherapist yang telah berpengalaman selama lebih dari 10 tahun, bulan madu boleh jadi merupakan salah satu pondasi yang mempertangguh perkawinan Anda nantinya. “Dengan atau tanpa kita sadari, bulan madu bisa jadi merupakan satu-satunya quality time yang bisa Anda nikmati berdua untuk saling mengenal secara emosional maupun fisik, sebelum pada nantinya sibuk dengan urusan masing-masing saat sudah kembali ke ‘habitat’ semula”, terang psikolog yang kini juga aktif sebagai Ketua Umum dari Yayasan Indonesia Bahagia ini. Berikut perbincangan Bazaar dengannya.


Kira-kira seperti apa bulan madu yang ideal itu?
Saya tak akan mengatakan bahwa Anda tak harus pergi jauh-jauh untuk mendapatkan bulan madu yang didambakan banyak orang. Ke pantai, gunung, atau sekedar bertandang ke kampung halaman yang belum pernah dikunjungi ataupun kota wisata yang tak terlalu jauh dengan tempat Anda tinggal, semua sama. Yang hakiki adalah, segala yang akan Anda hadapi di sana telah Anda sepakati bersama. Baik destinasi, tempat menginap, sampai setiap jadwal yang akan Anda lewati berdua.


Seberapa ampuh bulan madu dapat mempererat tali pernikahan, terutama untuk jangka panjang?
Anda bisa lihat sendiri, betapa persiapan pernikahan seringkali hanya dikaitkan dengan hal-hal yang sifatnya cenderung material. Seperti pesta di hotel berbintang mana, siapa saja tamu yang akan diundang, sampai berapa banyak dana yang harus dikeluarkan. Tapi lain dengan bulan madu, liburan yang akan Anda lewatkan setelah menikah ini lebih kepada persiapan emosional. Melalui waktu rehat yang Anda lewatkan hanya berdua saja, Anda bukan hanya bisa melepaskan penat sehabis berpesta semalam suntuk (atau mungkin seminggu suntuk), namun juga dapat jauh lebih memahami keunikan masing-masing sebagai pasangan suami istri. Jangan sepelekan detoksifikasi batin ini dan mulailah mempersiapkan perkawinan dari segi emosi.


Bagaimana mengatasi sempitnya waktu dan atau budget dalam merencanakan bulan madu?
Siasati dengan perencanaan dan musyawarah yang matang. Jika perlu, susun jadwal dan budget keuangan sendiri untuk bulan madu berbarengan dengan rencana pernikahan Anda.


Berapakah waktu minimal bulan madu yang disarankan?
Ya, masing-masing pasti punya kesibukan dan pekerjaan, dan jadwal berdua yang tidak mudah untuk disesuaikan. Namun, usahakanlah waktu bulan madu tersebut cukup lengang untuk dapat dilewatkan dalam agenda libur untuk sekedar bersantai sampai waktu intensif yang hanya Anda berdua yang punya. Ini penting untuk saling semakin mendekatkan diri satu sama lain. Dua sampai tiga hari rasanya terlalu sedikit untuk dapat menampung semua itu, bukan? Maka dari itu, ambillah cuti sekitar seminggu atau lebih untuk benar-benar merasakan hawa bulan madu yang sesungguhnya.


Bagaimana jika bulan madu tersebut tidak berjalan sesuai yang diharapkan? Misalnya saja jadwal pesawat yang tertunda ataupun service hotel yang kurang memuaskan sehingga malah menimbulkan kejemuan atau malah perselisihan?
Anggap saja semua itu ‘ujian’ untuk Anda hadapi bersama-sama setelah mulai hidup berdua. Sudah sepatutnya sebagai pasangan membiasakan diri untuk langgeng menghadapi apapun masalah di luar sana, bahkan yang paling tidak masuk akal sekalipun. Jika dalam suasana liburan saja Anda tak bisa mengatasi kendala-kendala kecil seperti itu, bagaimana nanti saat harus mengarungi bahtera rumah tangga yang lebih pelik lagi?


Setelah bulan madu?
Kembalillah beraktivitas seperti biasa, tentunya didasari dengan jiwa, raga, dan pikiran yang seakan terlahir kembali. Selain itu, segala upaya rumah tangga Anda harus dilandasi pula oleh perencanaan matang yang sebelumnya telah Anda bicarakan ketika bulan madu berjalan ataupun setelahnya. Sebagai ‘bonus’ kenangan yang Anda dapatkan selama berbulan madu pasti akan selalu memotivasi Anda berdua untuk ke depannya. []




Rabu, 08 April 2015


EDUCATION  FOR  HAPPINESS
DRA. RANI ANGGRAENI DEWI, M.A.


Dengan Nama Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Dalam kesempatan yang baik ini saya ingin berbagi pemikiran dan perasaan tentang bagaimana sebaiknya kita memandang pendidikan dengan sedikit berbeda. Saya melihat pendidikan bukan saja suatu aspek untuk mencapai kesejahteraan, namun jauh lebih dari itu yakni adalah jalan meraih kebahagiaan.

Hasil survei tingkat kebahagiaan yang diadakan oleh Yayasan Indonesia Bahagia pada tahun 2009 terhadap 500 orang warga Jakarta  menunjukan bahwa orang yang mengecap pendidikan sampai ke perguruan tinggi relatif lebih bahagia. Itu artinya kita dapat berasumsi bahwa pendidikan memberikan andil yang bermakna terhadap kebahagiaan seseorang.

Abraham Maslow, seorang tokoh Psikologi Humanistik mengatakan bahwa puncak kebahagiaan seseorang adalah ketika ia dapat memenuhi kebutuhan aktualisasi diri. Dalam teorinya Maslow menunjukan pemenuhan kebutuhan tingkat ini ditandai oleh suatu pengalaman puncak atau “peak experience” yang meliputi perasaan lebih dari sekedar kepuasan dan kesenangan atas pencapaian, bahkan jauh dibalik perasaan yang terungkapkan. Ada juga yang berpendapat  peak experience adalah pengalaman merasa menyatu dengan alam dan selebihnya. Merupakan suatu common sense setiap orang yang berhasil meraih cita-cita sesuai dengan yang diharapkan akan mengalami perasaan ini saat dia berada pada state kesadaran tersebut di atas. Hanya saja masih banyak orang yang tidak dapat mengenalinya. Kebahagiaan adalah suatu perasaan yang sangat berbeda dengan kesenangan dan kepuasan. Kebahagiaan jauh dibalik kesenangan dan kepuasan yang kerap tidak berkaitan dengan hal-hal yang fisik atau materi (bendawi/ duniawi), namun ia lebih berkaitan dengan yang batin, hakikat dan ukhrawi. Nah, sekarang pertanyaannya pendidikan seperti apa yang membuat orang  bahagia? Jawabannya adalah pendidikan berbasiskan nilai-nilai universal. Tujuan pendidikan berbasis nilai menurut HAM/ UNESCO adalah “Untuk mengokohkan kembali keyakinan pada Hak Asasi Manusia yang mendasar, pada harga diri dan nilai seseorang sebagai manusia”.

Belakangan ini pendidikan karakter (character building) semakin menjadi buah bibir di berbagai negara bahkan di seluruh dunia terutama berbagai lembaga, organisasi pemerintah dan non pemerintah. Sebagaimana di negara-negara lain, di negara kitapun wacana tentang pendidikan karakter sering menjadi headline. Mereka membicarakan cara-cara pengembangan diri manusia yang holistik yakni yang berorientasi pada kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual. Namun pendekatan atau metode yang digunakan oleh para pendidik masih dirasa kurang tepat, sehingga hasil yang ditampakkan kerap mengecewakan. Hal ini memberikan kesan seolah lembaga pendidikan formal maupun non-formal tidak mampu melahirkan manusia yang berbudi luhur.

Komisi International UNESCO dalam sebuah laporan tentang pendidikan di abad 21 menyatakan pendidikan nilai merupakan sarana untuk membangun kesadaran akan pentingnya menciptakan perdamaian dunia agar terciptanya kehidupan yang lebih nyaman. Dalam konferensi UNESCO ditahun 1998 dibahas empat pilar sifat belajar yaitu Belajar Untuk Melakukan, Belajar Untuk Mengetahui, Belajar Untuk Hidup Bersama, dan Belajar Untuk Menjadi. Dua pilar terakhir diakui kurang menjadi perhatian dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini. Terbukti meningkatnya kecemasan para orang tua mengenai anak-anak, adanya keraguan sebagai generasi penerus bangsa di masa mendatang. Kita juga kerap mendengar meningkatnya tindakan anarkis, bunuh diri, ketergantungan obat-obat terlarang, pelecehan seksual, penyimpangan norma-norma yang merugikan kesejahteraan orang banyak seperti misalnya korupsi.

Dalam pendidikan berbasis nilai ditekankan bahwa setiap individu adalah seorang manusia sempurna yang berhak menjadi dirinya sendiri dan hidup bersama dengan manusia lainnya yang saling terkait satu sama lain. Adalah fitrah manusia memiliki kebutuhan untuk merasa dicintai, merasa dipahami, merasa aman, merasa diakui dan dihargai. Namun kehidupan yang hedon, konsumerisme, menitikberatkan pencapaian-pencapaian berdasarkan materialistik alih-alih membuat manusia bahagia, namun sebaliknya berdampak pada timbulnya keresahan, ketegangan  fisik, dan kalutnya pikiran.

Pada kondisi demikian orang cenderung menyelesaikan masalah dengan jalan pintas dan tidak tenang. Padahal persoalan yang diselesaikan dengan kekerasan dan tergesa-gesa sangat merugikan diri sendiri serta menghasilkan penyesalan di kemudian hari. Seorang pendidik sangat penting memiliki kemampuan pengendalian diri mengingat pendidik merupakan model bagi murid.  Pendidikan berbasiskan nilai-nilai menawarkan tools yang luwes dan karenanya diperlukan keluwesan pula ketika menggunakannya sebab setiap tindakan didasari nilai-nilai yang diusungnya. Melalui berbagai aktifitas nilai selama kegiatan belajar mengajar berlangsung para siswa bebas mengekspresikan perasaan dan ide-ide tanpa takut ditolak. kebersamaan terasa begitu indah dan ruang belajarpun terasa menyejukkan.

Dalam konteks Kebahagiaan, Dr. Martin Selligman, seorang pencetus Psikologi Positif, sebuah mazhab baru dalam dunia Psikologi Modern berpendapat bahwa; “Manusia tidak hanya ingin terbebas dari problem, tetapi juga mendambakan kebahagiaan”. Martin Selligman dengan konsep Psikologi Positif mengajak kita untuk memandang “ke depan” dan berprasangka baik dalam mengatasi persoalan hidup. Untuk itu diperlukan melihat setiap diri dengan cara-cara yang positif pula. Sebab pada dasarnya sifat manusia baik, damai, kuat, penuh cinta kasih dan cerdas. Inilah  kualitas manusia yang hakiki dan dengan menyadari saja sepenuhnya kualitas tersebut manusia sudah  bahagia.

Dengan alasan inilah manusia akan senantiasa berjuang untuk kembali kepada  state kebahagiaan. Namun kebahagiaan macam apa yang didambakan manusia? Sudah disebutkan di atas bahwa kebahagiaan bukanlah kesenangan ataupun kepuasan walau pada tingkat awal bisa saja dikatakan demikian. Kesenangan dan kepuasan hanyalah kebahagiaan semu karena berlangsung sementara dan situasional. Sedangkan kebahagiaan yang otentik memiliki rentang waktu yang jauh lebih panjang sebagaimana kebahagiaan yang hakiki.

Di dalam  kitab  suci-Nya  terdapat  ayat   berbunyi  : “…  Allah akan meningkatkan derajat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat … “ (Q.S Al-Mujadilah/ 58: 11).

Firman Allah SWT di atas memperkuat keyakinan saya untuk mengamini teori Aktualisasi Diri-nya Maslow dan teori Psikologi Positif-nya Selligman.  Saya menganggap pandangan kedua tokoh itu sebagai pendekatan yang dapat digunakan untuk membantu orang meraih kebahagiaan yang hakiki. Makna derajat dalam makna eksoteris dapat diartikan tingkat atau kelas yang merujuk pada status sosial. Sementara dalam makna esoteris merujuk pada kualitas jiwa (nafs) atau suatu tingkat kualitas kesadaran yang lebih tinggi, yang biasanya disebut Kesadaran Ruhaniah, ada pula yang menyebutnya Kesadaran Ilahiah. Dari tingkat kesadaran inilah nilai-nilai luhur tercermin dalam perilakunya.

Pendidikan berbasiskan nilai-nilai mampu menciptakan suasana nyaman dan ceria dan karenanya memungkinkan tiap orang memiliki kesempatan menggali potensi yang ada di dalam dirinya dengan lebih terbuka. Siswa tidak ragu menampilkan keunikan, yang khas tentang dirinya dengan tetap menghargai teman-teman, guru serta berkomitmen pada aturan-aturan bersama.   Keterbukaan dalam proses pendidikan melahirkan kreatifitas dimana ketika mencapainya ia mendapatkan pengalaman puncak (peak experience) yang bermakna. Pengalaman yang tidak dapat diukur secara indrawi, namun pengalaman yang jauh merasuk ke dalam dunia batin yang tak terkatakan namun kemudian mereka tahu itulah kebahagiaan sejati atau kebahagiaan otentik.

Aku bisa hidup dengan bahagia pada moment kini hanya dengan mengingat bahwa aku sudah memiliki kondisi secukupnya untuk berbahagia”
(Zen Master, Thich Nhat Hanh)